PESSEL-Sekretaris Daerah Pesisir Selatan, Mawardi Roska menekankan permasalahan stunting atau gizi buruk perlu penanganan serius bagi pemerintah daerah ke depan.
Pasalnya, persentase gizi buruk anak balita cenderung mengalami peningkatan dan bertahan dari tahun ke tahun. Hingga kini, dari data yang disampaikan 25, 2 persen anak balita mengalami gizi buruk.
"Artinya, kalau ada 100 anak balita, sekitar 25 orang statusnya sudah mengalami gizi buruk, " jelas Mawardi Roska saat membuka kegiatan Forum Konsultasi Publik Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2023, Kamis, (27/1/2022) di Aula Bappedalitbang.
Menurutnya, jika permasalahan gizi buruk tidak ditangani secara maksimal, maka dikhawatirkan akan melahirkan sumber daya manusia yang lemah. Permasalahan gizi buruk yang terjadi itu, kata Mawardi sudah berakumulasi.
Stunting disebabkan kekurangan gizi yang tidak berimbang, terutama pada anak balita, ibu hamil dan menyusui serta prilaku keluarga balita.
Selain dipicu oleh lemahnya sumber daya orangtua memahami asupan gisi terhadap anak, hal lain yang mempengaruhi juga oleh faktor kemiskinan.
"Jadi, pemicu gizi buruk ini sudah berakumulasi. Orangtua juga terbatas informasinya soal asupan gizi, vitamin dan protein yang baik. Dan sayangnya, banyak diantara masyarakat yang juga tidak memaksimalkan kekayaan alam yang ada. Kita punya lahan dan pekarangan luas di rumah. Tapi, tidak dimanfaatkan untuk menanam sumber-sumber vitamin, seperti sayur dan buah-buahan, " ujarnya.
Untuk itu, jelas Sekda pemerintah daerah akan melakukan pemetaan dan mendata by name by adress agar upaya pemulihan gizi anak di Pesisir Selatan dapat tercapai. Tentu saja, upaya tersebut melibatkan seluruh stakholder terkait.
Dia mengatakan gizi buruk terjadi karena anak-anak kekurangan asupan gizi dan protein secara berimbang. Protein sendiri dihasilkan dari daging sapi, ikan, ayam dan kacang-kacangan. Sementara vitamin dihasilkan dari berbagai sayur dan buah-buahan.
"Asupan gizi yang baik bakal membantu jaringan sel jaringan otak anak menjadi banyak. Kalau sel jaringan otak banyak, anak otaknya cerdas. Tapi, faktanya, kita belum berhasil mengahasilkan sumber-sumber protein secara maksimal. Ini perlu kita sikapi bersama, " ulasnya.
Mawardi mengatakan peningkatan sumber daya manusia dari dini sangat diperlukan dan semua itu didasari dengan memperbaiki asupan gizi anak. Lanjut dia, pemerintah daerah perlu upaya konkrit dalam menyelesaikan persoalan itu.
Justru itu, kuncinya bagaimana keluarga dan lingkungan sekitar mampu memproduksi sumber-sumber protein secara berkelanjutan. Disamping itu, memberikan edukasi kepada sasaran keluarga agar pengetahuan, keterampilan dan kemaupannya akan pentingnya asupan gizi yang berimbang menjadi kebutuhan utama.
"Untuk itu, perlu kebijakan dan eksekusi konkrit di lapangan, agar keluarga dan nagari sasaran mampu memproduksi sumber protein dan vitamin serta edukasi untuk perubahan prilaku" katanya.
Bahkan untuk mendukung upaya tersebut, pemerintah daerah melalui pemerintah nagari juga bisa menyelaraskan seiring dengan program ketahanan pangan dan hewani yang ditetapkan pemerintah pusat.
Sebesar 20 persen dana desa yang dialokasikan untuk progam itu juga mendukung dalam melahirkan sumber protein dan vitamin. Namun, yang jelas pemerintah nagari juga diharapakan tidak salah memaknai akan kegunaan dana tersebut.